Banyak hal atau peristiwa yang kita peringati di bulan April. Selain kebiasaan diadakannya April Mop oleh sebagian orang di negara barat sana, juga ada 21 April sebagai hari Kartini di Indonesia. Namun mungkin tidak banyak pihak yang mengetahui bahwa tanggal 26 April, setiap tahunnya diperingati sebagai Hari HKI seDunia.
Pertanyaan besarnya bukan mengapa tidak banyak pihak yang tahu bahwa tanggal 26 April adalah hari HKI sedunia, tapi justru di saat ini sudah jamak diketahui bahwa tidak banyak orang yang tahu, ataupun mengerti apa itu HKI. Jangankan masyarakat umum, di kalangan kaum pendidik di universitas bahkan di kalangan para penegak hukum pun, banyak yang tidak tahu HKI, kurang tahu atau yang paling berbahaya adalah kalaupun tahu, tapi tidak ambil perduli.
HKI sendiri merupakan singkatan dari Hak Kekayaan Intelektual. Beberapa tahun yang lalu, sebelum ditegaskan istilah tersebut dalam undang-undang, banyak kalangan yang menyebutnya dengan Hak Milik Intelektual. HKI sendiri agak sulit untuk didefinisikan, namun secara garis besar, HKI merupakan suatu hak kekayaan yang timbul dari suatu ide atau hasil intelektual seseorang yang kemudian berujud sesuatu di bidang ilmu pengetahuan, tehnologi, seni, sastra, merek dan lain sebagainya yang dapat dinikmati oleh banyak pihak .
Artinya jika kita berhasil menciptakan suatu karya di bidang seni, seperti lagu, maka akan dilindungi oleh Hak Cipta, sebagai bagian dari HKI. Kemudian, jika kita menciptakan suatu karya tehnologi yang belum pernah dibuat oleh pihak lain, maka dapat dilindungi oleh Hak Paten, yang juga bagian dari HKI. Begitu juga merek dagang, desain suatu barang, resep suatu makanan yang menjadi rahasia dagang, bahkan varietas suatu tanaman pun telah dilindungi melalui HKI.
Perlindungan HKI di Indonesia mengalami cukup banyak pasang surut, dan beberapa kali terjadi pergantian undang-undang. Namun nama
Setelah kejadian tersebut, selain
Namun, tidak hanya masalah Watch List milik Amerika Serikat yang perlu dikhawatirkan. Sikap Amerika Serikat dan beberapa negara maju yang sering kali menyalahgunakan HKI untuk mendapatkan keuntungan bagi negara mereka pun patut kita khawatirkan. Tidak satu atau dua kali, negara-negara maju tersebut mengklaim beberapa pengetahuan tradisional maupun kekayaan harta biologi atau alam dari suatu negara berkembang. Mereka umumnya menggunakan dalih harus menggunakan hak paten apabila hendak mendapatkan perlindungan. Sedangkan pengetahuan tradisional yang telah didapat dari secara turun temurun tentunya mengalami kesulitan untuk memenuhi persyaratan hak paten tersebut.
Negara-negara maju seperti Amerika Serikat termasuk yang enggan untuk ikut serta dalam Convention on Biological Diversity (CBD) karena dianggap menghambat perkembangan dan perlindungan terhadap hak paten. Padahal inti utama dari CBD adalah untuk memberikan pembagian manfaat yang merata atas penggunaan keanekaragaman hayati dan pengetahuan tradisional milik negara berkembang seperti
Kita tentunya tidak berharap bahwa kasus “pohon neem” di India ataupun kasus “desain tradisional” di masyarakat Aborigin akan terjadi pada negara kita, meskipun bukan tidak mungkin, jika kita teliti lebih jauh, Indonesia mungkin saja telah “dibajak” pengetahuan tradisionalnya oleh pihak-pihak asing. Tidak hanya karena keteledoran kita, maka batik,
Oleh karenanya, diharapkan jangan sampai kekayaan alam
Boleh jadi, Indonesia terlalu terburu-buru (entah karena keinginan yang besar untuk menjadi bagian dari perkembangan globalisasi, atau karena desakan negara-negara maju seperti Amerika Serikat) menandatangani dan meratifikasi WTO melalui UU No. 7 Tahun 1994 mengenai pengesahan Agreement Establising The World Trade Organization, sehingga tidak memikirkan akibatnya bagi masyarakat Indonesia yang sebagian besar dijamin belum siap menghadapi akibat-akibat hukumnya.
Namun bukan penyesalan yang perlu dilakukan, akan tetapi sikap waspada dari masyarakat Indonesia, terutama yang telah memiliki pengetahuan tradisional serta kekayaan alam yang memungkinkan perlunya perlindungan HKI, kemudian upaya dari pemerintah untuk bisa menegaskan perlindungan HKI bagi pengetahuan tradisional secara mutlak, serta membuat peraturan pelaksananya, serta komunitas media massa harus lebih giat lagi memperkenalkan HKI bagi masyarakat luas.
Sehingga HKI mampu menjadi alat bagi kesadaran masyarakat
Jadi, waspadalah. Serangan pelanggaran HKI itu tidak saja dilakukan oleh manusia di Indonesia sendiri. Namun juga sudah ditargetkan oleh banyak negara lain yang gemar mengklaim dan meng-HAK-i kekayaan intelektual orang lain.
Astagfirullah
No comments:
Post a Comment