Menara Mesjid Yang Terlihat dari Luar Pinjam dari sini |
Enam tahun lalu, kala hujan deras
mendera kota Guangzhou, memaksaku untuk duduk lebih lama dalam masjid Guang Ta
Lu. Tak lama, kulihat seorang perempuan, berlari masuk masjid dan menemui Sang Imam.
Kulirik, perempuan itu berbicara
sebentar dengan Sang Imam. Si Perempuan diminta menutupi kaki dan kepalanya dengan sarung
dan kopiah. Reflek telingaku mencuri dengar. Aku penasaran.
“Qulhuwallah
hu ahad….” Sayup Sang Imam membacakan surat Al-Ikhlas, berlanjut dengan doa
meminta ampunan dosa bagi orang tua. Prosesi berlangsung sekitar 15 menit. Tak
lama perempuan itu berdiri dan mendekati Sang Imam. Mataku mencuri lihat kejadian
setelah itu. Ada “angpau” yang berpindah tangan ke Imam masjid.
Rasa ingin tahu yang mencengkeram
kuat, membuatku nekad mengajak berbincang imam masjid bernama Ibrahim itu.
“Chinesse Imams are poor. We don’t have
time to do bussiness” Demikian simpulan ustaz Ibrahim. Kalimatnya menimpali
penjelasanku tentang banyaknya kyai di Indonesia yang berkecukupan.
Sedikitnya Imam masjid di
Guangzhou, lantaran minim umat muslim yang mampu membaca Alquran, membuat Para
Imam tak sempat bekerja di luar tugas sebagai Imam masjid.
Ternyata, perempuan tadi datang
meminta Sang Imam membantu, mendoakan neneknya, yang baru saja meninggal. Dia
tak mampu menghapal doa, maka melalui Sang Imam, dia berharap dapat mengirimkan
doa. Sebagai imbalan, Sang Imam diberi angpau, uang pengganti jasa karena telah
membantu mendoakan neneknya.
Aku terharu.
Aku terharu.
No comments:
Post a Comment