gambar di ambil dari sini |
Aku baru pulang dari
mengantar Kakak Billa sekolah. Sepeda yang kukendarai nyaris mengenai
seseorang. Ternyata mbak E, salah seorang tetangga di komplek yang anaknya sekolah
di TK yang sama dengan Kakak.
“Hai, mbak Dian?”
sapanya.
Aku tersenyum
membalas sapaan, sembari berusaha meminggirkan sepeda ke tepi jalan, agar tak
mengganggu pengguna lain. Jalan itu sempit, hanya muat 2 motor saja, sehingga sepedaku
itu, bisa jadi mengganggu kelancaran arus lintasan. Tapi, karena telah disapa,
mau tak mau aku menghentikan sepeda.
“Mbak E tinggal di
jalan apa?” tanyaku basa-basi.
Selanjutnya
percakapan biasa saja. Hingga mbak E bertanya satu hal.
“Mbak Dian penulis,
ya?”
Aku tersenyum malu.
Belum terbiasa menyatakan diri sebagai penulis. Meski ini adalah komitmen
baruku di tahun 2013.
“He eh,”
“Wah, berarti anggota
FLP donk ya?” tuduhnya.
Aku tersenyum. Meski
bingung, kenapa kalau sudah ngaku penulis, kebanyakan orang mengidentikkannya
dengan Forum Lingkar Pena. Nyaris beberapa kali pertanyaan teman-temanku selalu
mengaitkan penulis dengan FLP.
“Nggak… saya baru
menulisnya, tahun 2008, dan belum tergabung di FLP. Mbak E, anggota FLP?”
tanyaku.
“Duluuuu, tapi udah
nggak lagi. Ikutan FLP Depok, tapi udah lama banget,” jawabnya malu-malu.
Iseng kuajukan
pertanyaan, “Kenapa gak menulis lagi?”
Dan, jawabannya cukup
mengejutkanku.
“Bosan, mbak!”
Sungguh! Jawaban itu
membuatku kaget. Mentalku siap dengan alasan tak punya waktu, atau lagi fokus
ama urusan lain, atau apalah. Tapi bukan bosan. Dengan bijak, kutimpali
kalimatnya, dengan kata-kata…”Mungkin bukan passionnya, ya? Jadi bosan.”
Mbak E hanya
tersenyum lebar, menunjukkan kawat giginya yang berwarna sayur bayam.
Tak lama, kami
berpisah.
Tapi percakapan pagi
ini masih terus berputar di kepalaku, seolah-olah rekaman suaranya membuatku
tersadar.
Ternyata ada ya fase
bosan menulis? Atau mungkin, bisa begitu karena memang bukan minat/passion?
Hingga kuputuskan
untuk menulis ini di blog. Kucoba mencerna semuanya. Kuingat-ingat masa pertama
kali aku mengenal dunia kepenulisan. Terus terang sebagai dosen di FH Unsri,
tentu kegiatan menulis tak pernah jauh dari diriku. Menulis tugas, laporan,
penelitian, memeriksa skripsi dan thesis mahasiswa. Semua itu adalah makananku
sehari-hari.
Tapi menulis, di luar
pekerjaan sebagai dosen, baru kukenal di tahun 2008. Pertama kali mengikuti
audisi antologi milik Pipiet Senja. Dan lolos. Hanya setahun satu tulisan 10
halaman. Dilanjutkan 10 halaman lain untuk antologi ke dua, milik Imazahra.
Namun, di tahun 2009,
ketika aku masuk dalam 10 juara harapan lomba menulis cerita anak misteri di
Majalah Bobo, yang membuka mata hatiku, ternyata aku punya “tempat” di dunia
menulis, di luar tugas kampus.
Gairahku menggebu.
Nyaris setiap audisi
antologi, berhadiah tak berhadiah. Berbukti terbit atau tidak. Beroyalti
ataupun tidak, semuanya kuikuti. Kujajal, kalah atau menang.
Hingga lahir, puluhan antologi, hingga hari ini.
Cintaku pada
kepenulisan makin menjadi, bahkan sekarang aku justru terpesona pada dunia
cerita anak. Ada semangat, gairah dan hikmah yang kudapat di dunia cerita anak.
Ada fase, aku merasa semangat sekali, menggali dan menikmati kembali masa-masa
kecilku yang amat menyenangkan.
Menangkap lady bug
atau kumbang totol, makan buah salam hingga sakit perut, berpura-pura menjadi
petualang, dengan menapaki kaki ke daerah terjal di belakang rumah, serta
bersepeda hingga lupa waktu dan menghitamkan kulit dengan main kasti. Seru
sekali masa kecil itu, hingga tak pernah bosan untuk kujadikan ide beragam
cerita.
Satu persatu novel anak karyaku lahir. Namun, aku masih merasa haus dan kelaparan akan pengetahuan
di dunia anak ini. Akhirnya, kupilih mengikuti beragam kelas online di jejaring
facebook. Mencoba berguru dengan orang-orang yang mumpuni di dunia menulis
cerita anak. Berharap, hingga pertengahan tahun ini pengetahuanku bertambah,
hingga percaya diri meningkat untuk terus menulis dan mengirimkannya ke media
massa atau penerbit manapun.
Sampai hari ini, aku
tak terpikirkan kata bosan untuk menulis. Tidak sedikit pun. Kurasa, aku jatuh
cinta dengan dunia ini. Aku berharap, jika fase bosan itu datang, hanyanya sekedar
pemberi kode untuk rehat, diganti dengan membaca, mencari pengetahuan dan
mendalami beragam ilmu terkait penulisan.
Aku bahkan terpikir,
untuk melanjutkan sekolah, tidak lagi di bidang hukum, tapi mencoba fokus di
bidang penulisan. Yang pasti, aku tak mau bosan menulis.
Dian baru mulai 'nulis' di akhir tahun 2010.. dari lomba-lomba di MP, lanjut ke audisi2 antologi. Alhamdulillah baru tahun 2011 ada antologi yg terbit, yang bikin Dian sampe2 loncat2 saking senengnya... :)
ReplyDeleteAlhamdulillah sampe sekarang belum pernah merasa bosan utk menulis, dan semoga gak akan pernah yaaa... :)
Malah sekarang lagi seneng2nya bikin tulisan utk media...
Sensasi rasa seneng ketika lolos audisi naskah, juga ketika tau naskah dimuat di media itu yang selalu bikin kangen... :)
@dee an...
ReplyDeleteiya, makanya uni agak surprise juga, kalau seseorang yang suka menulis, tergabung dalam komunitas berhenti menulis karena bosan..
ini tadi, sambil sepedaan terpikir terus sama uni. makanya begitu uni nyampe rumah, langsung nulis blog.
sekalian latihan lagi ngeblog... hehehe
iya, dee.. lanjut aja nulis di media.. selain bagus sharingnya, honornya juga bagus..hehehe