Bertemu Pak Guru Online "Kang Iwok" dan teman sekelas "online" Gita Lovusa |
Menjadi penulis cerita anak? Tak
pernah terpikirkan sedikit pun olehku. Ingin belajar menulis? Iya banget. Hal
ini sudah lama kuniatkan.. Namun tak berani menempatkan diri di literasi dunia
anak.
Mengapa?
Karena menurut sebagian besar
pengamat buku dan dunia kepenulisan, kalau diibaratkan dalam suatu derajat atau
jenjang karir, maka karir sebagai penulis buku anak yang disukai oleh anak,
adalah derajat tertinggi dari seorang penulis.
Sulitnya memahami keinginan dan
selera anak-anak, serta penggunaan bahasa sederhana namun bermakna, adalah yang
menjadi salah satu alasan, jika menulis buku anak terkategori menantang, jika
tidak mau dibilang sulit.
Selama ini, aku cenderung menjadi
seorang penulis yang tergabung dalam banyak antologi. Penyebaran tulisanku
adalah di kumpulan tulisan atau bunga rampai beberapa buku. Trend yang memang
lagi In di Indonesia saat itu adalah menuliskan buku-buku model chicken soup.
Dengan hanya menuliskan 3 hingga 12
halaman ukuran A4, lalu memfokuskan pada satu tema khusus, maka jadilah sebuah
tulisan menjadi bagian dari sebuah buku bunga rampai atau antologi.
Kondisi yang berbeda, kuhadapi
ketika, mencoba menuliskan cerita anak.
Diawali dari melihat pengumuman
seorang teman di Facebook, bahwa forum Blogfam membuka lowongan murid untuk
ikut belajar secara gratis melalui media online. Gurunya adalah Kang Iwok,
orang yang mumpuni di dunia buku anak.
Aku segera mencoba peruntungan dengan
mendaftarkan diri untuk ikut serta. Kalau tak salah, di awal workshop online,
ada lebih dari 20 murid yang diterima. Setiap minggu selama kurang lebih 2
bulan, kami mengikuti kegiatan secara online, mulai dari share materi hingga
pe-er termasuk diskusi dan kritik dalam setiap pembuatan karya naskah tersebut.
Kerja keras bagiku, karena otak dan
diksi yang telah terkontaminasi pola pikir seorang dosen ilmu hukum. Membuatku
ekstra keras lagi belajar tentang bahasa dan pilihan kata sederhana. Bahwa
dalam satu alinea, harus sekian baris. Bahwa dalam satu baris, maksimal sekian
kata. Bahwa dalam satu bab, hanya menonjolkan tokoh satu dua orang saja. Bahwa
penggambaran lokasi atau setting harus demikian dan seterusnya.
*Wuih,
ngelap keringet, ketika aku pertama kali mencoba menuliskan cerpen-cerpen anak
itu.
Setelah 2 bulan belajar, dengan tekun. Karena pada akhirnya, yang
berhasil rutin ikut hingga akhir hanya 11 orang murid saja. Seleksi alam,
istilahnya.
Kami bersebelas, diminta untuk
membuat karya akhir. Dengan kritik dan saran dari pak guru serta teman-teman
sekalian. Sebelas karya tersebut akhirnya lahir menjadi sebuah buku antologi
atau kumpulan cerita anak bertema misteri. Dan yang membuat aku
jingkrak-jingkrak kesenangan adalah, sebagai orang yang minim ilmu di bidang
menulis cerita anak, melihat tulisanku berjudul “Rahasia Rumah Reyot” menjadi Cover Story, berikut gambar cover buku
adalah tokoh rekaanku, rasanya selangit senangnya.
Tulisan ini berada di halaman 77-91.
Cerita Rahasia Rumah Reyot ini
sederhana. Entah mengapa, beberapa kali menulis cerita anak, aku selalu
memulainya dengan mencari judul yang enak didengar. Berbeda dengan menulis
antologi non fiksi dewasa, aku cenderung mencari tema dan fokus pada tema,
sementara untuk cerita anak, aku lebih dulu memilih sebuah judul berdasarkan
tema yang digusung.
Maka tak heran, setelah mendapatkan
judul Rahasia Rumah Reyot, aku baru membuat mind map, tentang siapa nama tokoh
atau karakternya. Lalu konfliknya apa, serta setting dimana dan bagaimana
penyelesaian konflik. Boleh dibilang, aku mengerjakan tugas ini nyaris 2-3
minggu.
Minggu pertama aku membuat draft
cerita. Menentukan karakter dan mencari setting serta konflik. Aku sempatkan
riset mencari kira-kira informasi yang menarik dan bisa dibagikan kepada
pembaca bergenre anak-anak.
Pilihan setting pantai Lampung,
kondisi penyu hijau yang mulai berkurang, karakter anak kembar yang selalu
menjadi pilihanku *efek samping dari
pernah berharap memiliki anak kembar mungkin ya?, serta memasukkan unsur
misteri dengan tidak menjabarkan solusi masalah dari awal, menjadi resepku
ketika membuat cerita ini. Cara yang sama kulakukan ketika membuat cerita anak
berjudul Teka Teki Telapak Tangan yang Alhamdulillah, pernah masuk pemenang
harapan di lomba cerita misteri anak majakah Bobo di tahun 2009.
Sejak itu, aku mulai melirik dunia
buku anak. Bergabung dalam forum PBA [penulis buku anak] di facebook, dan mulai
ikut beberapa kali workshop penulisan buku anak secara offline. InsyaAllah
tahun 2011 atau mungkin awal tahun depan, ada hasil dari setiap pembelajaran
yang aku ikuti. InsyaAllah. Amin.
Pengen banget ikut kelas nulis online gratis kayak gitu..
ReplyDeleteDulu itu uni jugA gak sengaja dapatnya Dee.,...)
Deletesoalnya kan itu sebentar banget pengumumannya... dan disaring yang emang bener2 mau belajar online waktu itu...hehehe
atau kita bikin sendiri? hehehe
Barakallah, Uni. Maju terus pantang munduuuurrrr ;p
ReplyDeletehehehe...makasih anne.... mudah2an bisa makin cetar membahana..hahaha :)
DeleteMantepppp :) Ceritanya emang bagus *bangga udah baca* Btw, Kang Iwok makin muda aja hehe
ReplyDeleteuni niatin mau uni kembangin jadi novel anak... doain ya Yan...:)
Deletemakasih udah komen bagus juga soal buku itu...