Terus terang, ketika membaca
pengumuman Sayembara Menulis Penerbit Qultummedia , aku sangat ingin ikut
serta. Selain hadiahnya menggiurkan, aku juga belum pernah ikut sayembara
menulis yang diadakan oleh sebuah penerbitan.
Seringnya ikut audisi, membuatku
ingin mencoba kemampuanku menulis lewat sebuah sayembara.
Tema yang aku pilih adalah “ketika
menjadi ibu”. Sebuah tema yang menjadi favoritku, karena aku cukup bercerita
tentang diriku tanpa perlu mengkhawatirkan banyak pihak.
Namun, karena ini pertama kali ikut
lomba, aku mempersiapkan naskah yang kuposting di blogku di blogspot ini selama
beberapa hari.
Pertama, aku hanya membuat draft
kasar, mengenai rencana tulisan yang ingin aku tuangkan. Kedua, kupelajari
beberapa pilihan kata yang ada di dalam kamus besar Bahasa Indonesia *sesuatu
yang jarang aku lakukan. ^_^.
Ketiga, aku sering meninggalkan naskah itu dua
tiga hari, untuk aku baca ulang dan perbaiki di sana sini. Boleh dibilang,
nyaris 2 minggu aku menuliskan naskah berjumlah 8 halaman tersebut.
Kuangkat tema tentang perasaanku
ketika menjadi seorang ibu. Sempat beberapa kali aku mengusap airmata, karena
membuatku harus membuka kembali kenangan lama. Tapi aku percaya, menulis adalah
terapi hati. Dengan menulis, aku bisa mengeluarkan kesedihan yang terkadang
kututupi dengan aktifitas sehari-hariku.
Ketika menjelang deadline, 2 hari
sebelum deadline, tulisan itu kuposting. Sialnya aku, ternyata speedyku
mengalami masalah. Lemoooot minta ampun. Tapi aku enggak kehilangan akal.
Kubawa laptop kecilku ke rumah tante yang masih satu kompleks. Te’ Ima
menggunakan ISP bukan speedy, jadi kemungkinan besar, akses internetnya aman.
Sesampai di rumah Te’ Ima,
alhamduillah, internetnya lancar jaya. Kuposting tulisan di blogspot dengan
judul “Sembilan Tahun Menanti”. Kutulis email ke Qultummedia, dan kupastikan
semua syarat telah kupenuhi, termasuk mengirim scan surat mengenai keaslian
naskahku. Setelah yakin, semuanya sesuai syarat, ku enter dan send message.
Bismillah….
Setelah itu, kupasrahkan saja pada
Allah nasib naskah itu. Apalagi kudengar dari Mbak Efin, istri Mas Tian, bahwa
pesertanya ratusan naskah. Hiks, aku jadi deg-degan. Tapi sekali lagi, sekalinya
naskah sudah kukirim, maka pantang untuk aku pikirkan lagi nasibnya.
Hingga pada suatu hari, hasil lomba
itu diumumkan di websitenya. Aku senang mendapati nama Mbak Efin menjadi juara
tiga lomba tersebut. Hadiah uangnya lumayan…hehehe. Sementara dengan deg-degan
aku mencari kemungkinan naskahku masuk dalam 10 naskah pilihan.
Alhamdulillah,
mataku rasanya tak percaya melihat ada nama dan naskahku di sana.
Senangnya minta ampun. Karena
hadiahnya tidak saja berupa paket buku dari pihak penerbit, namun juga kemungkinan akan dibukukan.
Beberapa bulan kemudian, naskah itu
memang menjadi bagian dari sebuah buku berjudul “Jangan Lukai Ibumu”. Tulisanku
terpampang manis di halaman 44 – 53, bersebelahan dengan naskah Mbak Efin yang
berjudul “ Apapun Yang Terjadi, Aku Selalu Mencintaimu” sebuah cerita yang juga
menguras airmataku.
Masuknya naskahku ke dalam 10 tulisan
terpilih di sebuah sayembara menulis ini, juga menambah rasa percaya diriku.
Sama seperti ketika aku pernah masuk dalam 10 terbaik lomba menulis majalah
Bobo tahun 2009. Sebuah kepercayaan diri, bahwa menulis itu bisa dipelajari,
bahwa bakat hanyalah memainkan peranan kecil dalam sebuah kerja keras.
Aku memang sempat tak pernah yakin, jika diri ini
mampu menulis secara baik atau menarik. Namun aku selalu belajar dan bertanya
pada banyak teman yang sudah mumpuni atau berpengalaman menulis. Beberapa hal
yang aku dapatkan, bahwa tak malu bertanya, bersedia menerima kritikan dengan
hati lapang, rajin membuka kamus besar Bahasa Indonesia maupun Thesaurus, serta
membiasakan mengendap tulisan sebelum melakukan self editing, adalah beberapa
kiat yang patut untuk diterapkan dalam proses pembelajaran ini.
Itu yang aku lakukan, dan hasilnya
adalah tulisanku berada dalam buku yang sejak Agustus 2011 ini dapat teman-teman
beli di toko buku-toko buku besar seluruh Indonesia.
No comments:
Post a Comment