“Assalamualaikum Kak…”, sapa Rini sambil menyentuh lenganku lembut. Kubuka mata dan perlahan menatap wajah editorku yang cantik. Rini terlihat anggun di usianya menjelang empat puluh tahun.
“Waalaikumsalam Rin. Alhamdulillah kita masih berjumpa lagi hari ini ya?” balasku lemah sembari memberikan senyum optimisku. Rini memaksakan seulas senyum di bibirnya, meski aku tahu hatinya berduka. Rini cukup tabah mendampingi sejak hari pertama ketidakberdayaanku. Kanker rahim yang menggerogotiku telah sampai pada level bahwa aktivitas berbaring merupakan satu-satunya kegiatan yang tak membuatku kelelahan.
Kecintaan Rini pada dunia editing serta kesukaannya membaca berbagai karya penaku membuatnya sabar dan betah berjam-jam mendampingiku. Kerja samaku dengannya telah berlangsung lama. Pagi itu, tak sengaja kulirik lagi jari manisnya yang telanjang tanpa satu cincinpun.
"Hari ini kita melanjutkan cerita yang kemarin kan Kak?” tanya Rini membuyarkan lamunanku.
“Tidak Rin. Kali ini aku ingin membicarakan hal lain yang tidak terkait dengan memoarku Rin. Rasanya sudah tak banyak lagi yang perlu ditulis di naskah itu.”jawabku perlahan.
Keputusanku sudah bulat untuk mengungkapkan isi hati yang telah lama mengendap. Memikirkannya berhari-hari saja sudah membuatku letih. Aku yakin ini adalah keputusan terbaik.
“Mam, Ratna berangkat sekolah dulu ya…” sapa putri tunggalku yang langsung membuyarkan susunan kalimat yang tengah kupersiapkan. Ratna mencium tangan dan keningku. Cahaya mata remajanya menunjukkan semangat yang menutupi selaput duka di hatinya. Ratna juga mencium tangan dan pipi Rini. “Ratna pergi dulu ya Bu Rini, sampai ketemu nanti siang. Ibu jangan kemana-mana sampai Ratna pulang. Ada karya Ratna yang ingin Ratna tunjukkan pada Ibu.” rayu Ratna.
Kulihat, Rini tersenyum mengangguk. Beberapa detik kemudian, Rini menundukkan wajah. Ada kabut samar terlihat di ujung matanya. Kugenggam tangannya. “Jangan berduka Rin, Ratna sudah terbiasa dengan kondisiku. Ia pasti kuat jika aku pergi.” Rini perlahan menganggukkan kepalanya.
“Rin…, aku ingin mengatakan sesuatu. Kuharap engkau mengabulkannya. Anggap saja ini adalah permintaan terakhirku padamu.”
Rini memandangku seolah tak suka akan kata-kata tersebut. Ia menggelengkan kepalanya. “Jangan bicara seperti itu Kak. Ajal itu milik Allah.” Jawabnya sambil berusaha mengalihkan perhatian ke arah notebook birunya.
“Rin... Kanker ini sudah sampai stadium yang tak dapat disembuhkan. Nafaskupun semakin pendek. Mohon kau kabulkan pintaku ini. Pleaseee…” rayuku penuh harap. Mataku mencari matanya untuk memastikan ia mendengar permohonanku.
Perlahan aku melihat anggukan kecil kepalanya yang tertutup rapat oleh jilbab. Aku tersenyum bahagia. Aku memberi isyarat agar Rini lebih mendekat.
“Rin, aku ingin kamu menjadi ibu bagi Ratna dan juga mendampingi Mas Agus. Aku tahu kamu sangat sayang Ratna.”
***
Jumlah Kata : 400 kata termasuk judul
gambar pinjem dari sini
Kunjungan Pertamax di rumah barunya Uni Dian.
ReplyDeleteSubhanallah... Baca pesan terakhirnya kepada Rini bikin merinding bacanya. Sungguh perempuan yang ikhlas.
@mas iwan..
ReplyDeletemakasih sudah mampir dan memberikan komentar atas FF ini..
sempat heboh ini FF di notes fb saya..
sebuah FF hasil obrolan dan diskusi saya dengan ibu saya, juga terinsipirasi kisah nyata seorang bintang film terkenal yang meminta editornya menikahi suaminya jika ia meninggal.
sayangnya FF ini meninggalkan beragam rasa. rasa senang dan bangga ketika lolos audisi kumpulan FF di sebuah penerbit, sekaligus rasa sedih dan kesal, karena ff ini ditolak oleh editor buku kumpulan ff tersebut...:(
Alasan ditolak editor kenapa, Uni Dian?
ReplyDeleteSaya menilainya mengandung unsur edukasi.
@mas iwan... itu yang saya gak habis pikir. mungkin saya aja yang sensi atau lebay ya...
ReplyDeletewaktu saya tanya sama penyusun FF ini kenapa bisa lolos di dia, tapi tak lolos di editor, dia bilang, menurut editor, FF ini biasa2 saja. :)
kalau saya pribadi curiga, penggunaan peranan pekerjaan disitu kali ya mas? padahal saya gak melihat sesuatu yang "menyinggung" di sana. entahlah..
hingga hari ini, setiap baca FF ini, saya mikir banyak hal. makanya saya bilang mas, campur aduk kalau udah lihat FF ini..:)
antara senang, bete, sedih dan marah juga... hehehe